Kamis, 24 Februari 2011

1 langkah = takdir

Mereka berdua kini berhadapan, hanya dipisahkan sebuah meja, setelah dua tahun mereka bermain seperti tikus dan kucing. Bima alias Arjuna Hitam, seorang lelaki berumur muda berumur 28 tahun yang mempunyai talenta di bidang komputer, anggar, menembak, dan perakitan bom. Kehidupan dan pekerjaannya adalah seorang pembunuh bayaran, yang selama dua tahun ini dicari oleh Fatir, seorang polisi senior. Pengejaran itu melibatkan tiga Negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan negeri sendiri Indonesia. Beruntung Negara ini memiliki sistem ekstradisi dengan kedua Negara lain. Fatir menjabat sebagai seorang polisi selama 16 tahun, yang dulunya hanya berpangkat polantas, naik drastis menjadi kesatuan bareskrim setelah menilang seorang teroris yang paling dicari, akibat tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor. Ia langsung menangkap teroris itu dan dianugerahi gelar dari pusat.
2 tahun lalu  Bima disalahkan atas pembunuhan seorang wakil rakyat yang mengunjungi daerah Kutai di Kalimantan. Kutai dikenal akan industri migasnya yang besar dan berproduksi tinggi. Membuat kabupaten itu mendapat penghasilan perkapita tertinggi tahun ini. Untuk itulah sang wakil rakyat datang untuk menghadiri  acara pembukaan pemboran minyak baru di wilayah selatan Kutai. Bima alias Arjuna hitam, memasang 5 bom berdiameter 6 senti yang dipasang di mobil sang wakil rakyat. Menurut tim forensik TKP, bom dipasang satu di setir, dan ban mobil dimana setiap ban dipasang satu. Bom yang dipasang di dalam dan di luar mobil mempunyai fungsi berbeda. Di dalam berisi Sulfurdioksida yang berisi kandungan lebih hingga bisa mematikan. Di ban mobil, hulu ledak bom sangatlah kecil, hanya bisa mengempiskan ban.
            Bima berada di hotel yang sama dengan sang wakil rakyat. Malam sebelumnya, ia sudah memasang kelima bom dimobil itu. Mobil berisikan 3 orang, yaitu satu supir, seorang sekertaris wanita dan sang wakil rakyat. Mereka menuju arah Kutai Selatan dari hotel mereka dan diperkirakan sampai sekitar pukul 9, dan bompun sebelumnya diset meledak pukul 08.15. Ban mobil meledak terlebih dahulu dan membuat mobil terguling dengan jarak 15 meter ke depan. Saat mereka sekarat dan terancam tewas karena pendarahan, bom di setir mobil meledak, meyebabkan racun yang berakibat mematikan.
Mereka tewas,  Bimapun melangkah pergi tanpa jejak.
Tapi itu hanyalah perkiraan yang seharusnya, yang terjadi adalah
Sekertaris wanita mengalami hambatan setelah ia merasa make-upnya terlalu tebal, padahal dia sudah dua langkah menuju mobil, ia pun kembali ke mobil. Beruntung baginya wakil rakyat itu belum berada di mobil, karena ia mengalami hambatan juga. Ia lupa membawa jas hitam kesayangannya yang dia jadwalkan untuk acara pembukaan ini. Jadi dia harus memilih di antara 5 jas lain yang ia bawa untuk dipakai. Sang sekertaris selesai membenahi make-upnya, ia siap untuk keluar. Sesaat ia membuka pintu kamar, dan berjalan keluar Ia bertabrakan dengan wakil rakyat tersebut, membuat wakil rakyat dan perempuan terjatuh. Sang wakil rakyat itu bangun terlebih dahulu dan membangunkan sekertaris wanita. Panah cinta ternyata menancap ke hati wakil rakyat setelah itu. Mereka berpandangan sekitar 46 detik,dan akhirnya mereka berjalan bersama ke mobil. Si sopir ternyata tidak bersiap di mobil, karena merasa bosan menunggu ia akhirnya bersantai di warung depan hotel. Saat ia melihat wakil rakyat dan sekertaris datang, ia berlari menuju mobil, tapi rokoknya belum habis dan tersisa setengah. Sang wakil rakyat menganggap ini kesempatan berdua dengan sekertaris wanita. Maka terbuanglah 13 menit.
5 menit sebelum bom meledak.
            Sang sopir dengan cepat menyedot habis rokoknya dan kembali ke mobil. Sekembalinya, ia melihat wakil rakyat dan sekertaris wanita sedang bercumbu, maka ia menunda sejenak. Ia pun memutuskan menuju kamar mandi untuk buang air kecil.
            Bompun meledak.
            4 ban mobil kempes, wakil rakyat dan sekertaris tampaknya tidak terpengaruh akan hal itu. Bom yang mengandung racun di setir mobil pun meledak, mengeluarkan racun dengan efek mematikan. Baru dengan meledaknya bom ini, mereka sadar dibawah ancaman. Beruntung bagi mereka, pintu mobil tidak dikunci dan mereka bisa keluar dengan cepat. Bima mengamati mereka dari lantai 2 hotel dan setelah melihat kedua calon korbannya lari, ia mengambil Rifle di kamar hotelnya.
            Kedua korbannya berteriak meminta tolong. Mereka menghirup sedikit gas beracun tersebut, memberikan kepanikan di otak. Bima membidik wakil rakyat terlebih dahulu, ia siap menembak. Hari itu sepertinya bukan hari keberuntungan Bima, si sopir buang air kecil yang berada di lantai 2, bersebelahan dengan kamar Bima. Setelah ia melihat Bima membawa sebuah senapan, ia panik dan berteriak. Bima melihat sang sopir yang berteriak dan menembaknya dari jarak dekat tanpa membidiknya. Ia kembali ke wakil rakyat, kali ini tanpa hambatan ia mudah melakukannya. Bimapun langsung meninggalkan hotel.
            Tapi, sang sopir ternyata belum tewas, ia dirawat di Rumah Sakit terdekat dan mengalami koma selamaa beberapa bulan. Ia menjadi subjek perlindungan polisi hingga sadar. Ia pun akhirnya memberi kesaksian di kantor polisi. Polisi memberikan daftar orang orang kriminal yang paling dicari, dan ia melihat foto Bima. Bimapun menjadi buruan polisi utama setelah itu.Fatir diangkat sebagai ketua bareskim sehari setelah Bima menjadi buruan utama, dan ia langsung mendapat tugas untuk menangkap Bima.
            Fatir langsung mengerahkan para bawahannya untuk menangkap Bima. Pencarian dimulai dari tempat kelahiran Bima di Purwakarta, hingga beralih ke negeri Melayu. Foto-Foto Bima dipasang di segala penjuru sudut sudut kota Malaysia. Hingga dikabarkan Bima beralih ke kota di Thailand, Pattaya.
            Pattaya adalah Las Vegasnya Asia Tenggara. Kota ini sangat ramai dikunjungi dan menjadi tempat bermain untuk muda mudi di seluruh dunia, dan Bima memanfaatkan keramaian itu. Kepolisian disini akan sulit berunding dengan Thailand karena status Pattaya sebagai pusat wisata. Selama satu tahun Bimapun dibiarkan.
 Setahun berjalan, Fatir mengunjungi rumah Bima yang kosong dan tak berpenghuni lagi. Berharap muncul sebuah cahaya petunjuk dari Tuhan. Ruma itu cukup besar, tampak Bima adalah seorang keluarga yang kaya. Berbeda dengan rumah rumah lain di sekitar, karena disini adalah perkampungan kecil
Tuhan menjawabnya..
Fatir bertemu dengan pengasuh Bima, bukan orang tua kandungnya. Bima diasuh sejak umur 8 tahun setelah ia membunuh kedua orangtuanya. Si pengasuh adalah pembantu orang tua Bima, ia sendiri yang melihat Bima membunuh kedua orang tuanya, menggunakan sebilah pisau. Kedua orang tuanya juga pembunuh bayaran, mereka melatih Bima berbagai ketrampilan membunuh sejak ia masih balita. Karena umur dan suatu keadaan lain, Hakim memutuskan agar Bima menjadi tahanan rumah dirawat oleh pembantunnya dan melakukan homeschooling dengan pengawasan polisi. Pembunuhan yang dilakukan Bima kepada kedua orang tuanya menjadi sebuah pembelajaran baru bagi para psikiater saat itu. Berbagai psikiater datang dan menjadi dokter mental bagi Bima, menjadi sebuah pertanyaan metode apakah yang mereka lakukan untuk menyembuhkan Bima. Para psikiater itupun berhenti setelah 3 tahun merawat Bima.
Kasus Bima tidak di sebarkan di pers, kepolisian menyembunyikan hal itu. Bimapun menjadi perhatian polisi bertahun tahun. Bima disekolahkan di sekolah agensi pemerintahan. Ia diajarkan berbagai ketrampilan menjadi seorang agen. Pemerintah menjadikan dia sebagai asset Negara, dan Bima sudah diluar jangkauan polisi karena ia sekarang milik pemerintah.
Kehendak pemerintah untuk menjadikannya sebuah asset gagal. Bima kabur dari sekolah itu dan bergabung dengan mafia. Ia melakukan berbagai pembunuhan bagi para mafia atau independen. Pembunuhan independen yang dia lakukan adalah membunuh para psikiater yang pernah merawatnya, dan beberapa polisi yang pernah menangani kasusnya.
            Sulitnya menangkap Bima membuat polisi menurunkan aksi penangkapan, dilanjutkan Bima jarang melakukan pembunuhan. Nama Bima mencuat kembali setelah aksi pembunuhan Kutai.
Fatir memutuskan untuk membawa pengasuh Bima ke kantor untuk interograsi. Suatu hal yang mengejutkan terjawab, kedua orang yang dibunuh Bima bukanlah orang tuanya, orang tua Bima sesungguhnya adalah atasannya, Mafia. Ketrampilan Bima dalam membunuh sengaja ditunjukkan dengan aksinya kepada kedua orang asing itu, yang akhirnya dianggap sebagai orang tua Bima. Hingga Bima bersekolah di agensi pemerintahan dan kabur. Semua telah menjadi rencana orang tua Bima untuk memasukkan anaknya ke sekolah itu, dan membunuh para polisi terbaik di negeri yang juga sebagai pengurus kasus Bima. Sedangkan untuk pembunuhan para psikiater, Bima melakukannya untuk kesenangannya saja.
            Hal ini membuat Mafia tersebut menjadi tujuan utama Fatir, dan dengan tangannya sendiri Fatir menangkap Mafia itu tanpa surat perintah. Ia pun member dua pilihan kepada mafia itu, mati atau memanggil Bima alias Arjuna Hitam pulang dan diserahkan ke kepolisian. Penukaranpun terjadi antara Mafia dan Bima. Benar, Fatir menyandra Mafia di puluhan anggota Mafia lain. Fatir lalu membawa Bima ke kantor polisi. Sedangkan Mafia pergi entah kemana, dan saat ini Fatir harus menginterogasi Bima tentang keberadaan Mafia.
            Mereka sekarang berhadapan, Bima dan Fatir, di sebuah ruang interogasi yang sempit. Di belakang Fatir terdapat ruang kaca dengan selambu kayu yang terbuka. Seseorang bisa melihat ruang interogasi ini dari ruang kaca itu, tapi bila seseorang berada di ruang interogasi ini, ia tidak bisa melihat ke dalam ruang kaca itu. Ruang kaca itu biasanya digunakan untuk merekam interogasi dan mengawasi, kacanya pun juga anti pecah. Ada dua orang yang pangkatnya sama dengan Fatir di dalam, mereka mengawasi dan merekam interogasi.
            “Aku mencoba menjadi kamu Bima, mencoba berpikir seperti kamu. Apa tindakanmu setelah bangun tidur, apa yang kamu makan di pagi hari, siang hari, dan malam hari. Kegiatan apa yang akan kamu lakukan di Pattaya hari ini. Aku berpikir seperti itu, dan kini aku berhasil membuat kamu duduk disini. Menanti ketukan palu hakim untukmu, berapa lama mereka memvonismu untuk hukumanmu, atau mungkin untuk hukuman mati. Sekarang beri aku lokasi dimana orang tuamu berada, Mafia.” Kata Bima.
            “Perlu kau tahu Pak Polisi.”
            “Panggil saja aku Fatir, oke. Anggap kita sudah kenal lebih dekat.” Interup Fatir.
            “Oke, perlu kau tahu Fatir, kau tak akan pernah bisa menjadi aku. Kau tak akan tahu apa yang aku pikirkan. Tak akan pernah tau keseharianku, perbedaan kita sudah sangat jelas. Kau dilahirkan untuk sebuah peraturan, aku dilahirkan untuk sebuah kebebasan. Aku dilahirkan dengan bakat ini, aku dilahirkan sebagai revolusi.” Bima tampak berbicara dengan ekspresi dingin, tangannya tampak bergerak gerak sesuai dengan irama perkataannya.
            “Kamu dilahirkan karena kegilaan orang tuamu.”
            “Tidak tidak,orang tuaku adalah anugerah Fatir. Kau akan iri kepadaku bila mempunyai orang tua seperti mereka. Bahkan mungkin sekarang kau iri kepadaku, karena talentaku ? Karena bakatku yang tidak engkau punyai ?”
            “Tidak tidak, aku justru bersyukur tidak menjadi dirimu. Dengan bakat anehmu itu.” Bima berkata dengan mimik muka yang menghina.
            “Lalu kenapa kau mencoba menjadi aku ?”
            “Pertanyaan bodoh.” Ucap Bima
“Padahal kau tak tahu kau takan bisa, takan pernah bisa menjadi aku. Tapi kau mempergunakan kesempatan itu, mencoba menjadi aku dengan alasan sebuah tindakan psikis seorang polisi untuk menangkap pelaku..” Bima berkata dengan suara keras, ingin meneruskan omongannya tapi Fatir berdiri dan beralih ke ruang kaca untuk menutup selambu. Fatirpun mengambil kunci di kantongnya dan mengunci ruang interogasi.
            “Sial, kita lupa ia punya kunci cadangan.” Kata Dani, ketua bareskim lain dengan satuan berbeda di ruang kaca.
            “Menjadi sebuah peraturan bukan bahwa para pengintrogasi tidak boleh mengunci pintu interogas..”
            “Aku tau bedebah, aku tau! Sekarang katakan dimana Mafia !”Fatir memegang tangan Bima dan memukulnya wajahnya dua kali. Bima tertawa kecil.
            “Duduklah ditempatmu Fatir duduklah, kita akan berbicang dan aku akan memberitahu lokasinya.” Fatir duduk di kursinya dan merapikan pakaiannya.
            “Oke, aku duduk, ceritakan dongeng dongeng yang ingin kamu ucapkan.” Sindir Fatir.
            “Sebenarnya aku ingin bercerita bersama denganmu Bima, kita berbagi pengalaman tentang hidup kita masing masing. Karena menurutku ada kesamaan di antara kita. Kesamaan dari kita sesuai dengan apa yang aku tebak adalah, kita haus akan tujuan bukan ?” Bima berhenti sesaat, menunggu reaksi Fatir. “Tujuanmu selama 2 tahun ini adalah menangkapku bukan ? Kau membuang semua kasus kasus lain hanya untuk fokus menangkapku. Mengumpulkan foto foto lamaku, rela menuju dubes Thailand untuk memohon izin pengejaranku ke Pattaya. Lalu kembali ke tempat asalku yang jaraknya sekitar 4 jam dari sini menggunakan pesawat. Itulah dirimu, kau terobsesi dengan tujuanmu. Kau tidak akan berhenti sebelum mendapatkannya walau terkesan mustahil.” Kata Bima dengan menggerakan tangannya sesuai dengan irama yang ia katakana.
            “Tidak, menangkapmu bukan hal yang mustahil.” Sela Fatir.
            “Tunggu aku belum selesai, kalau aku Fatir. Tujuanku selama ini adalah revolusi dan kebebasan akan diriku. Aku rela pergi jauh dari negeri ini untuk sebuah revolusi dan kebebasan. Aku rela menghabiskan waktu di Pattaya, menghadapi keramaian, menunggu waktu yang tepat untuk revolusiku dan kebebasan. Itulah tujuanku, aku menunggunya hingga tercapai ”
            “Apa yang kamu maksud dengan revolusi ha?”
            “Negeri ini pernah mengalami revolusi, sebuah perubahan secara cepat. Mereka mengatakan reformasi, aku mengatakan revolusi.”
            “Aku masih belum mengerti.”
            “Ayolah Fatir, kau tak akan bisa menangkapku bila sang wakil rakyat membawa jas kesayangannya, dengan begitu mereka akan berangkat tepat waktu dan mati sesuai perkiraanku. Satu langkah kecil merubah semua, bukankah begitu? Kau mungkins sekarang masih menjadi polantas bila kau tak menilang teroris itu. Itu adalah takdir.”
            Fatir langsung memukul Bima, Bima terjatuh ke lantai, terdengar pintu interogasi digedor oleh orang di luar.
            “Fatir. Buka pintunya !” gedoran semakin sering dan terdengar keras.
            “Semua baik baik saja Dani, tenang ! aku bisa mengatasi sendiri.” seru Fatir. Fatir lalu menggeser meja ke pintu, memastikan agar pintu tidak dapat dibuka dengan dijebol. “Baik sekarang tinggal kau dan aku bedebah !” Fatir duduk di atas badan Bima yang tergeletak di lantai. Wajah Bima memar di tulang pipi kanan. “Darimana kau bisa tau tentang aku hah!”
            “Sudah kubilangkan tadi, kau akan iri mempunyai orang tua seperti Mafia. Kau akan iri.”
            “Dari mana bajingan !” Fatir memukul tulang pipi kanan Bima lagi.
            “Bagaimana hidup sebagai yatim piatu ? Kesepian hah ?” gumam Bima pelan. Ia menatap tajam Fatir.
            “Bajingan kamu!” Fatir memukul Bima dengan keras, tangan kanan dan kirinya bergantian memukul tulang kanan dan kiri pipi Bima. Gedoran pintu di luar sudah tidak terdengar lagi.
            Fatir menghentikan pukulannya, warna biru keunguan jelas berada di wajah Bima. Fatir berdiri dan duduk di kursinya.
            “Kalau bisa kubunuh sekarang kau disini Bima, katakan sekarang dimana Mafia.” Tegas Fatir.
            “Kau tau, orang tuaku benar benar bernama Mafia. Bukan karena sebutannya adalah Mafia.” Bima berdiri dengan tenang. “Ia lelaki yang cukup baik, ayah yang tegas. Dulunya ayahku sama denganku, sebagai pembunuh bayaran, ketrampilannya membuat banyak orang memujanya. Orang orang meminta perlindungan dibawahnya, para kriminal itu.”
            “Aku tahu, aku tahu brengsek!” Fatir menuju ke arah Bima, bersiap untuk memukul dan merobohkannya sekali lagi, tapi kali ini Bima mengelak dengan mudah . Fatir tampak kaget, kini Bima memukulnya dengan tangan kiri. Sekali pukul dan Fatir roboh.
            "Kau hanya pantas sebagai polantas, kau tak pantas mendapat pekerjaan ini.” ucap Bima. Bima menarik kerah kemeja Fatir dan membangungkan Fatir.  “Kau terobsesi dengan tujuanmu, menangkapku. Padahal kau tahu itu tidak mungkin, bukan begitu Fatir.” Fatir tampak setengah sadar, pukulan Bima tadi benar benar merobohkannya. Bima mendudukkan Fatir ke kursi.
            “Aku pasti akan membawamu ke tiang gantung.” Gumam Fatir pelan.
            “Tidak akan, bahkan interogasi ini illegal bahkan. Kau tidak akan mendapat surat perintah karena ayahku, Mafia, ia sudah merasuk ke dalam tubuh kepolisian. Bahkan tempat ini, bahkan aku tak tahu tempat ini. Tempat ini memang tempat interogasi, tapi bukan di kantor polisi, orang orang yang kau bawa kesini, hanyalah orang yang belum mengenal Mafia.” Bima menaruh kaki kanannya di atas bahu Fatir.  “Aku tahu siapa dirimu, asal usulmu. Aku sebenarnya berada di Pattaya selama satu bulan. Lalu aku kembali ke negeri ini setelahnya. Ck, saying sekali kau tidak mengetahuinya.” Bima menurunkan kakinya, ia berputar dan mengambil kursinya. Duduk di depan Fatir.
            “Setelah aku membunuhmu disini, aku akan keluar dan membunuh kedua temanmu yang tampaknya sekarang memanggil satuan petugas. Tapi aku jamin mereka akan mati di jalan, ayahku sepertinya sudah mengirim orang. Bila ayahku tidak mengirim orang, maka mungkin aku harus mengambil pistol mu ini.” Bima mengambil pistol Fatir yang berada di dalam tas kecil miliknya di lantai. “Aku tidak akan membunuhmu dengan ini untuk menghemat peluru, jadi aku akan mematahkan lehermu. Oke mari kita lihat berapa sisa peluru yang kau punya, 7 peluru. Bagus, cukup untuk membantai polisi diluar bila mereka memang jadi kemari. Colt bukan nama jenis pistol ini ? Masih terlihat bagus, kau merawatnya setiap hari ?”  Bima memandangi pistol Fatir dengan seksama.
            Kali Bima berdiri ke belakang Fatir. Melilitkan kedua tangannya.
            “Aku akan membunuh Mafia setelah itu, ia sedikit mengekangku beberapa hari ini, lalu membunuh pengasuhku yang bersedia memberi informasi kepadamu, lalu supir itu. Aku akan menembaknya dengan riffle yang sama, aku punya di gudang rumah Mafia. Inilah yang aku sebut revolusi dan kebebasan Fatir, kau mungkin akan tau jawabannya nanti di surga, bila kau beruntung bisa masuk ke sana. Sampaikan salamku kepada malaikat kematian. Sampaikan kepadanya bahwa ini saatnya ia pensiun oke ?” suara ‘kletek’ terdengar, leher Fatir patah. Bima duduk kembali, merapikan rambutnya dan memandangi mayat Fatir.
            “Bila kau tidak menilang teroris itu, kau mungkin masih hidup sekarang. Bila kau tidak kembali lagi ke rumah lamaku waktu itu, bila pengasuhku tidak bertemu denganmu. Mungkin sekarang kau masih hidup. Begitu juga dengan mereka, bila aku tidak pernah dilahirkan, mungkin mereka semua besok masih hidup.”
            Bima menyingkirkan meja yang menutupi pintu, memutar kunci dan pintu terbuka. Ia berjalan keluar sambil membawa Colt milik Fatir.
            Setiap langkah memang menentukan takdir kita. Bukan Tuhan yang menentukan, Ia hanya member arahan dan bimbingan, kita yang menentukan.







Selasa, 15 Februari 2011

Si Emas Rapunzel dan Beast

Pada suatu hari di negeri Italia terdapat seorang lelaki tua bernama Paman Gepetto. Paman gebetto adalah seorang tukang kayu dan seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya. Merasa selama ini kesepian, akhirnya paman Geppetto mencoba membuat boneka anak perempuan dari sebuah kayu.
Suatu hari paman Gepetto mencari kayu yang tepat untuk boneka perempuannya, dan ia menemukan sebuah pohon  yang berwarna emas. Dengan sekuat tenaga ia mencoba memotong pohon itu dengan kapak besarnya, tapi yang terjadi adalah pohon itu masih kokoh berdiri dan sama  sekali tidak terluka. Paman Geppetto tidak mau menyerah karena ia yakin pohon itu adalah pohon yang paling tepat. Paman Geppetto terus mencoba merobohkan pohon itu hingga akhirnya ia kelelahan. Hingga beberapa menit kemudian datanglah seorang makhluk menyeramkan yang mengenakan baju layaknya seorang pangeran. Ia berkata “Hei orang  tua, sejak tadi aku mengawasimu mencoba merobohkan pohon itu, apa yang sebernarnya kau inginkan dari pohon ini?”
“Aku mencoba membuat boneka perempuan bila aku berhasil mengambil kayu pohon ini.” kata paman Geppetto lesu.
“Baiklah, aku akan membantumu merobohkan kayu ini.” kata makhluk itu, segera ia memukul pohon emas itu, dua kali pukulan pohon itu langsung roboh. Paman Geppetto sangat kagum dengan kekuatan makhluk itu.
“Terima kasih wahai..”
“Beast namaku.” Kata makhluk buruk rupa itu. Paman Geppeto berjalan menuju pohon tumbang itu untuk mengambil kayu emasnya, tapi tiba tiba Beast melompat ke depan Paman Geppeto. “Hei orang tua, tak cukup terima kasih untuk membalas budiku.” Kata Beast lantang.
“Lantas apa yang harus aku lakukan ?”
“Bila kau telah berhasil membuat boneka perempuanmu, nanti akan datang seorang peri kecil yang akan menghidupkan bonekamu itu, dan setelah itu kau bebas merawatnya dan menjadikan boneka itu sebagai anakmu. Tapi ingat, itu hanya lima tahun saja, sehari setelah lima tahun berlalu kau akan menyerahkan anakmu itu di kastilku, di ujung hutan ini. Namai anakmu itu Rapunzel, agar nanti bila engkau membohongiku aku akan mudah mencarinya.” Seru Beast. Paman Gepetto hanya terdiam dan merasa ketakutan. “Awas bilau kau berbohong kepadaku, aku akan menculik Rapunzel dan akan membunuhmu seketika !” Beast lalu berlari ke ujung hutan meninggalkan paman Gepetto. Paman Gepetto lalu membawa banyak sekali potongan kayu, dan berhasil membuat Rapunzel dalam satu malam.
Esok paginya ia dibangunkan oleh seorang perempuan muda cantik yang tak lain adalah Rapunzel. Paman Gepetto  begitu sangat bergembira karena ia tidak kesepian lagi kali ini. Rapunzel mempunyai rambut emas dan wajah nan cantik, ia perempuan yang periang dan baik hati. Kekurangan Rapunzel adalah satu ia suka berbohong dan bila ia berbohong rambutnya akan bertambah panjang.
Paman Geppeto mempunyai hari hari yang indah bersama Rapunzel walaupun anak perempuannya suka berbohong dan kian hari rambutnya bertambah panjang.  Kesenangan Rapunzel berbekunpun membuat mereka berdua mendapatkan usaha baru, yaitu berjualan sayuran. Suatu hari Rapunzel dan pamannya mendapatkan tamu istimewa, yaitu seorang peri yang telah menghidupkan Rapunzel. Sang peri mengatakan bahwa ia telah mengamati Rapunzel selama ini dan kagum dengan sikap Rapunzel, dan sang peri bersedia hidup bersama Rapunzel. Tentu saja Paman Gepetto dan Rapunzel dengan senang hati menerima sang peri hidup bersama.
Lima tahun mereka telah hidup bersama, dan kini Beast akan menagih hutang paman Gepetto untuk mengambil Rapunzel. Beastpun datang ke rumah paman Gepetto,
“Hai orang tua, sekarang sudah lima tahun berjalan. Aku disini mengingatkanmu akan hutangmu!” Paman Gepetto sangatlah ketakutan akan kedatangan Beast dan kemudian datanglah sang peri.
“Hei buruk rupa, kau tega melakukan hal ini kepada seorang lelaki tua ? betapa jahatnya engkau.” Gertak sang peri.
“Tak peduli aku tega atau tidak, hutang adalah hutang, dank au kukirim kesini untuk mengawasi Rapunzel bukankah begitu?” Teriak Beast. “
Ya memang dulunya, tapi setelah melihat bahagianya keluarga ini tak ada satu orangpun yang tega memisahkan mereka.” Balas sang peri.
Beast pun pergi. Esoknya paman dan peri mengingatkan Rapunzel akan kedatangan Beast, merekapun berencana untuk menjebak Beast. Rencananya adalah Rapunzel akan kabur dari tempat ini. Saat Beast mengejarnya, ia akan mengeluarkan beberapa benih tanaman yang bisa digunakan sebagai senjata setelah dimantrai sang peri. Rapunzel langsung berlari menjauhi desa ia berada, Beastpun langsung mengejarnya di belakang. Rapunzel yang berlari ketakutan mengeluarkan benih yang ada di kantongnya. Ini adalah benih kacang kacang, ia melemparnya ke belakang dan benih kacang itu berubah menjadi semut semut merah besar yang siap menggigit Beast, tapi dengan kekuatannya, Beast berhasil menghajar semut semut besar itu. Rapunzel pun terus berlari kencang, kini ia mengambil benih cabai. Ia lempar benih itu ke tanah di belakangnya, benih itu menjadi lumpur panas yang siap menenggelamkan Beast. Kali ini dengan kelincahannya Beast berhasil melompat menghindari lumpur panas itu. Rapunzelpun mulai lelah, sedangkan Beast dengan kekuatan yang ia punya, memiliki tenaga yang tak terhingga. Rapunzel mengambil benih terakhirnya, yaitu benih lidah buaya. Benih itu ia lempar ke arah Beast dan berubah menjadi buaya buaya besar. Beastpun berhasil mengalahkan buaya buaya itu.
Rapunzel akhirnya berhenti berlari karena kelelahan, Beastpun menghampirinya. Mereka bertatap muka dengan jarak yang sangat dekat.
“Kau sangatlah cantik wahai Rapunzel, dan kau mempunyai rambut panjang yang sangat indah” Kata Beast.
“Bagaimana kau tahu namaku ?”
“Akulah yang memberikanmu nama cantik itu. Aku yang membantu pamanmu menunmbangkan pohon emas, dimana asalmu dibuat, dan kini saatnya aku mengambilmu atas jasa jasaku.”
“Kau tahu, kupikir kau adalah makhluk yang sangat tampan, sangat sangat tampan.”Rayu Rapunzel.
“Oh ya ? benarkah Rapunzel ?”
“Yah, kau bahkan lebih tampan daripada kekasih Cinderella.”
“OH!!!” teriak Beast. Beast terjatuh, kakinya terikat dengan kuat oleh rambut Rapunzel.
“Kau belum tahu kalu berbohong rambutku bertambah panjang?  Dan Aku berbohong atas semua yang kukatakan tadi, aku memang bersiap mengikatmu dengan rambutku.”Kata Rapunzel. Paman Gepetto dan sang peri pun datang. Mereka membawa Beast ke rumah. Beastpun mengaku bahwa selama ini ia dikutuk oleh peri jahat di negara asalnya. Rapunzel yang merasa kasian dengan keadaan Beast melepaskan ikatannya, dan memeluk Beast erat. Beast tiba tiba berubah menjadi sesosok pangeran tampan. Simpati Rapunzel kepada Beast ternyata berhasil melepaskan kutukan tersebut, dan kini Rapunzel hidup berdampingan dengan sang pangeran, didampingi paman Gepetto, dan sang peri. Mereka hidup bahagia, selamanya
-Campuran dongeng barat dan Indonesia :)

Citra berbeda

Pers, berita, informasi. Ketiga hal itu sudah menjadi bagian dalam diriku ini. Mengabdi kepada Negara ini dan menjadi seorang distributor informasi dari suatu rekaan peristiwa kepada seluruh masyarakat luas adalah sebuah kemuliaan yang diberikan padaku. Aku menunjuk diriku sendiri seperti seorang rabi, nabi, seorang Paus yang memberikan sebuah informasi kepada para umat yang menyaksikanku.
Yah... lain dari hal itu, aku adalah seorang reporter web yang berisi berita berita aktual. Seorang pria single yang bekerja tetap menjadi reporter selama 4 tahun. Mendapat karyawan terbaik tahun ini selama 3 kali berturut turut, selalu mendapat kiriman bunga setelah aku pulang kerja, dan mendapat SMS pemuja rahasia tak dikenal dengan 10 nomer berbeda setiap hari.
Terganggu? Tidak.
 Aku mengagungkan pekerjaanku, tanpa aku mereka tak akan tahu apa yang terjadi di Barat bila mereka di Timur. Tanpa aku. Mereka tidak akan bisa tersenyum berbicara politik setelah melihat berita Headline. Yang pasti, terutama, tanpa aku program ini tak akan berjalan, rating acara headline ini akan stagnan. Karena aku yang tebaik di bidangku kau tahu, akuyang terbaik. Mungkin masih ada seseorang yang lain, tapi mereka jauh berada di bawah levelku.
Aku adalah pereportase individu, yang berarti aku selalu mereportasekan seseorang dengan keadaan tertentu, aku bukanlah seorang reportase yang berhadapan dengan bencana ataupun arus mudik.
No, No, No. kuharap mereka tidak akan pernah memberikan pekerjaan seperti itu padaku. Dengan menjadi pereportase individu aku bisa mengetahui berbagai citra seseorang. Bagaimana bentuk, seperti apa orang itu, bukan fisik tapi citra. Bukan jelek atau tampan, tapi Good or Bad-nya orang itu. Good bisa berarti dua, Good dalam berakting di depan kamerakah (munafik) atau individu itu benar benar seorang Good person yang bisa memberikan aura kebaikan asli kepada masyarakat. Bad bisa berarti dua juga, Bad di depan publik kah (ambigu, orang ini tidak diketahui buruk atau tidaknya, masyarakat yang lain), atau benar benar Bad person, seorang bajingan asli,
Aku akan menceritakan sebuah cerita tentang hidupku, saat aku masih menjabat di reporter TV swasta dan mari kita mulai Reality shownya.
Oh ya aku lupa, cerita ini juga merupakan sebuah citra seseorang, dengan katagori BAD.

I see trees of green, red roses too. 
I see them bloom, for me and you. 
And I think to myself,
what a wonderful world.

Itu adalah suara alarm HPku, Louis Armstrong-What a Wonderful world dengan volume 4 (cukup keras). Suara kerasnya yang membangunkanku, liriknya yang memberiku hidup baru setiap hari, dan itu membuatku terus bersyukur. Syukurilah dunia bila kau ingin terus mendapatkan limpahan-Nya. Itu saranku. Jam 5 pagi, kuhabiskan dengan mandi, Sholat, makan, berganti pakaian tugas dan berangkat. Kulakukan dengan cepat (termasuk Sholat) karena aku harus masuk kantor tepat jam 7. Ini ibukota, semua orang tahu kita harus berangkat 1 jam sebelum jadwal kita masuk kerja maupun kantor. Traffic, bukan menjadi masalah, tapi sudah menjadi kebudayaan disini.
Masuk kantor dengan rambut pendek rapiku, parfum wangiku,dan seragam hitam reporterku. Handphoneku bergetar
“Heeelo” ß sapaan khasku ditelepon
“Ronald, dimana kamu sekarang ? Pekerjaan menanti. lantai dua seperti biasa.” Frosa, atasanku. Ialah yang memberiku informasi mengenai kejadian kejadian aktual terbaru, dia seperti membawa suatu jaringan dunia ditangannya, dia memiliki informasi seperdetik setelah informasi dibuat. He’s the man.
“Yes bos, lebih tepatnya pekerjaan apa yang bersedia  menantiku padahal aku kini sedang berada di Negara Far Far Away ?” Aku melanjutkan perbincangan antara atasan dan bawahan di dalam kantor dimana jarak antara atasan dan bawahan ini, hanyalah beberapa langkah .
“Pekerjaan yang menantimu adalah pekerjaan hidup dan matimu, demi Tuhan Ronald dimana kamu sekarang!.
“Di depanmu bos”. Ia berbalik dari melihat lukisan kantornya yang berbentuk karapan sapi ke hadapku.
“Aku serius Ronald, aku bisa memecatmu bila kau tidak mengambil pekerjaan ini.” ucapnya serius.
“Sorry bos.” Sesalku, kali ini aku sungguh menyesal. Jujur, aku sangat takut kehilangan pekerjaan ini.
“Aku hanya bercanda, tenang saja.” Ia mengatakan hal itu juga dengan wajah yang serius. Oke, itu tidak lucu. “Lagipula, aku tidak mungkin memecatmu. Kau adalah yang terbaik, semua orang tahu itu. Bila aku memecatmu, maka direksi akan memecatku. Bila direksi memecatku, maka kordinasi acara kita akan hancur dan kau tahun bila acara kita hancur ?”
“Aku tidak bisa menonton acara Headline ini lagi setelah aku dipecat ?” balasku, oke sekarang sebenarnya apa pekerjaan kali ini.
“Oke, pekerjaanmu kali ini adalah Revolusi.”
“Revolusi ? maksudmu ?”Aku mulai sedikit bingung
“Sekali lagi Revolusi.”
“sebenarnya apa maksud dari yang kau bicarakan Prosa?”
“Frosa namaku, dengan F bukan P, kau menggunakan P saat mengeja P-E-N-I-S! oke. Sekarang dengarkan aku, pemerintah ingin kita membuat berita palsu.”
“Berita palsu ?”
“Akting, semua tentang akting. Kita tahu bahwa kau sebenarnya mempunyai talenta di dunia itu. Yang perlu kau lakukan adalah, kau akan mewawancarai seorang pria berpakaian kotor di sebuah pulau. Di sebuah pulau adalah pura pura, pria berpakaian kotor adalah asli. Kita akan menggunakan tempat lain, mungkin di sekitar sini, dan pria pakaian kotor kita akan menyewa orang. Tapi kau akan bilang bahwa kau berada di pulai itu. Yang perlu kau lakukan adalah kau akan berkata di seluruh pemirsa di Negara ini bahwa presiden tidak lupa akan kepentingan rakyat rakyat kecil seperti yang dia lakukan terhadap masyarakat di pulau itu.  Lalu tanyakan kepada dia bagaimana tanggapannya tentang presiden, dan hasil bakti sosial yang presiden berikan kepada pulau itu. Hanya itu.”
“Lalu ?”
“Itu saja.”
“Pada intinya adalah berakting betul ?” aku tekankan padanya
“Betul.” Jawab Frosa
“dan akting, adalah kebohongan, dan di kasus ini aku menyebarkan informasi palsu alias bohong betul ?”
“Betul.” ia menjawab
“Kau tahu Fros, kau melanggar kode etik pers! Berapa banyak mereka membayarmu untuk kampanye ini! berapa banyak?!”
“Banyak hingga kita bisa membuat stasiun TV baru kau tahu! Persetan dengan kode etik itu Ron, dunia sudah berubah. Kau akan mendapat seperdelapannya, bagaimana ?”
“ Kau benar benar menjijikkan, kau merendahkan pers fros,merendahkan etika kami..” Ungkapku
“Bila kau tak mau, aku bisa mencari orang lain!.”
“Carilah orang lain, dan gunakan orang lain itu terus.  Karena aku mundur bekerja darimu, aku tidak akan mundur dari pekerjaan ini..” Aku melangkah keluar dari kantornya, tapi sebelum itu
“Hei Pros!aku juga menggunakan F untuk mengeja F-U-C-K.”
Untuk Frosa, ia berkategorikan BAD person, begitu juga untuk sang presiden, membuat kepalsuan di depan publik hanya untuk citra munafiknya.
Frosa belum tahu, bahwa Pers, Berita, dan Informasi adalah sesuatu yang paling beradab sekarang. Kita tak akan bisa hidu tanpa hal ini. Kita tidak bisa menodainya bahkan setitikpun, karena sebuah info bisa berdampak luas bagi nurani seseorang. Sebuah info bisa merubah dunia, sebuah info bisa membuat alkuturasi budaya, dan dalam menyebarkan info itu, kita juga harus menjunjung tinggi etika yang ada karena itu sumpah kita. 
-dipersembahkan untuk "Kebebasan Pers Indonesia" mari kita buat kebebasan pers yang bertanggung jawab sesuai etika jurnalistik

Minggu, 13 Februari 2011

Keadilan

"Jaksa penuntut bisa memanggil saksinya"
 Ia seorang wanita tua, umurnya sekitar 65 tahunan,  mukanya tampak lusuh, rambutnyapun sudah beruban semua,  tapi para fashionista akan memuji pakaiannya yang dia pakai di pesidangan ini. Harganya mungkin diatas 2 juta. Aku memanggilnya karena apartemennya bersebalahan dengan korban. Saat dia kembali dari klub dansanya dan akan membuka pintu, ia melihat seorang lelaki keluar dari apartemen korban, tepat pukul 9 malam dimana waktu  itulah tim forensik memperkirakan kematian korban.
Aku memulai pekerjaanku

"Mis Hanley em.. bisa kupanggil anda demikian ?"
"Mis lah, Mr. lah terserah anda."  tua selalu menjengkelkan bukan ?
"Oke, Nyonya tua Hanley." aku membalasnya, pengunjung sidang tertawa, hakim menenangkan mereka. "Maaf, apakah anda sering bertemu lelaki ini, lelaki yang anda temui pada waktu itu Ms. Hanley ?"
"Yah, tentu. Riki adalah kekasih Misa, wajar kalu Riki sering keluar masuk apartemennya."
"Apakah anda tahu setiap pukul berapakah Riki masuk ke apartemennya dan keluar dari apartemennya."
"Biasanya, Riki datang di pagi hari untuk mengantar Misa berangkat ke kantor. Setelah itu mereka datang kembali sekitar pukul 3 siang. Pukul 5 sore Riki biasanya langsung pulang."
"Jadi, suatu hal yang tidak biasa bukan, bila Riki keluar dari apartemen Misa pukul 9 malam." Ms. Hanley mengangguk. "Apalagi dengan keadaan terburu buru, betul Ms. Hanley ?" Wanita itu mengangguk lagi
"Apakah ada gerak gerik yang aneh dari Riki saat ia keluar dari apartemen Misa waktu itu?"
"Dia terlihat terburu buru, ia melihatku bahkan tak menyapaku."
"Apa ia selalu menyapamu Ms. Hanley?"
"Selalu, bila dia melihatku."
"Bagaimana bila dia menyapamu Ms. Hanley?"
"Maksudnya ?"
"Apakah ia tersenyum atau memanggil namamu ?"
"Ia selalu tersenyum, juga memanggil namaku."
"Baik, setelah bertemu Riki di kejadian aneh itu, apakah anda merasa ada sesuatu yang salah ?"
"Ya tentu."
Apa yang anda lakukan?
"Aku mengetuk pintu apartemen Misa, tapi tak mendapat respon. Akupun mencoba menelpon apartemennya dan tidak mendapat jawaban." Ms.Hanley diam sejenak.
"Lalu?"
"Aku menelpon Riki."
"Anda mempunya nomer telpon Riki?"
"Ya"
"Anda mendapat dari mana Ms. Hanley?"
"Dari Riki sendiri. Kami dekat. teman dekat, aku biasa mengundang Misa dan Riki ke apartemen bila ada waktu luang, kami sering bercanda bersama."
"Bila memang anda dekat dengan mereka berdua, apa anda pernah melihat mereka berselisih paham bahkan bertengkar Ms.Hanley?
"Dalam hal?"
"Dalam Hal Apapun ?"
"Ya aku pernah melihatnya."
"Sering Ms. Hanley ?
"Sering."
"Mereka sering berselisih paham bahkan bertengkar di depan anda?"
Ms. Hanley terdiam.
"Bisa menceritakan salah satu kejadiannya saat dimana mereka bertengkar di depan anda Ms. Hanley?"
"Keberatan Tuan Hakim". Seseorang berkata dengan volume sedikit kencang. Ia adalah Roselina, lawanku. Sang pengacara muda, sekaligus adikku.
"Diterima, kembali ke topik." Minta Hakim kepadaku
"Baik, Lalu apakah Riki mengangkat panggilanmu Ms. Hanley ?"
"Tidak, aku mencobanya berkali kali tapi selalu tidak diangkat. Aku kembali ke apartemen Misa, mengetuk pintunya berkali kali. Hingga Sadika datang."
"Sadika ?"
"Tetanggaku, lalu ia memanggil suaminya, dan suaminya membanting pintu itu. Kami menemukan Misa terbaring di sofanya, dengan tusukan di perutnya." Mata Ms. Hanley berkunang, ia melanjutkan bicaranya dengan tersedu sedu. "Ia sudah tidak bernyawa lagi. Jadi. kami rasa terlambat untuk menelpon ambulans. Kami langsung menelpon polisi."
Aku terdiam sejenak. Aku rasa cukup.
"Baiklah, saya rasa cukup tuan hakim."
"Pembela dipersilahkan."
"Tidak tuan hakim, saya juga cukup."
"Baiklah, karena Ms. Hanley adalah saksi yang terakhir, maka kita tinggal menentukan keputusan juri. Tapi sebelum itu, penuntut dan pembela dipersilahkan meyakinkan juri untuk yang terakhir kalinya."
Roselina maju yang terlebih dahulu
"Juri yang terhormat, orang yang duduk disana, Riki adalah saudara laki laki terbaik yang pernah ada. Ia juga jaksa terbaik di negeri ini, dan ia juga sudah memasukkan orang orang terbusuk di negara ini, dan yang kita tahu sekarang adalah, ia menuntut dirinya sendiri atas apa yang tidak dilakukannya. Bukti membuktikan bahwa ia tak bersalah, dan para kesaksian dari para orang yang kalian dengar tadi menunjukkan bahwa Riki hanyalah sebagai subjek kesalahan yang diada-ada. Ingatlah, Riki dan Misa adalah pasangan terbaik yang pernah ada. Mereka bahkan sudah bertunangan, dan ia akan menikah. Tolonglah, beri keputusan yang terbaik juri yang terhormat, terima kasih"
Aku melangkah maju, ke hadapan para juri ini.
"Juri yang terhormat, saya mengaku untuk yang sekian kalinya, saya membunuh kekasih saya Misa Mikael. Saya membunuhnya karena suatu kecemburuan yang saya buat buat di luar rasionalitas saya. Bukti memang tidak mengarahkan saya sebagai pelaku, tapi saya bersumpah pada waktu itu, jam 9 malam saya membunuh Misa dengan menggunakan pisau dapurnya. Saya tancapkan disini, tepat di jantungnya. bukan di perutnya Ms. Hanley, saya rasa anda perlu kacamata sekarang." Ms. Hanley tersenyum kecil, dia wanita yang ramah sebenarnya, hidangan di rumahnya adalah hidangan restoran kelas atas.
"Dan saya mohon, kalian menegakkan keadilan di negeri ini, para juri yang terhormat. Terima kasih."
Aku melangkah dan duduk kembali di kursi jaksa penuntutku. Kini tinggal menunggu diskusi juri, Roselina menuju ke arahku. Ia duduk di sampinku
"Kau tidak bersalah Riki, kau tahu itu kan ?"
"Kubilang yang sekian kali, aku bersalah."
"Tapi bukti mengatakan.."
"Bukti ? mereka mengkamuflasekan hal itu Rose,  mereka tidak ingin aku dipenjara karena aku adalah jaksa terbaik di negeri ini, dan masih banyak tikus tikus di luar sana yang mereka ingin aku memenjarakannya. Mereka menginginkanku untuk menangkap seribu orang yang duduk di situ, di kursi tersangka itu di sebelah kursi pembelamu, dan mereka tau aku yang terbaik menangkap orang orang itu."
Rose terdiam, ia tahu kalau orang orang ini tak mau aku dipenjara, mereka masih ingin menggunakan kepintaranku sebagai pihak penuntut dan mereka tidak peduli dengan Misa, kekasihku yang aku bunuh. Rose kembali ke kursi pembela, dimana aku seharusnya berada di sebelahnya.

Diskusi selesai, juri memberikan kertas hasil diskusi mereka ke hakim.
"Berdasarkan keputusan juri, tertanggal 5 Desember 1998, Riki Darsa, terbukti dan dinyatakan bersalah. Berdasarkan tuntutan yang ada ia akan dikenai hukuman 8 tahun penjara. Sidang selesai."
Palu diketukkan, dan aku dinyatakan bersalah
Terima kasih Tuhan, terima kasih.

Rabu, 09 Februari 2011

Bukan, Maaf

Prosesi pemakaman dimulai.

Yang dimakamkan disana adalah Sely, 35 tahun, mantan istriku. Aku bercerai dengannya di usia pernikahan kami yang ke 4. Waktu itu aku berumur 28 tahun, dan dia 26 tahun. Kita sempurna di tahun pertama, konfilk di tahun kedua, tahun ketiga sesekali pisah ranjang dan memilih bercerai di tahun ketiga. Masalahnya? Di tahun ke 2, Sely melahirkan anak kami yang pertama. Ia laki laki, kami bersama memberinya nama Fahmi. Hanya Fahmi, kami masih belum berpikir kelanjutan yang pantas untuk nama itu.. Fahmi lahir dalam keadaan normal, luar biasa sehat malah. Aku bersyukur, begitu pula Sely, tak ada yang salah dengan prosesinya. Aku bukanlah rasis kalian tahu,tapi kalian bisa mengkhususkannya dalam masalah ini. Fahmi lahir dengan ras Arab. Ini masalahnya. Aku bukanlah orang Arab, begitu pula Sely. Aku mempermasalahkan hal itu, begitu juga dengan para suami di dunia yang mempunyai masalah ini. Kami berdebat dalam hal ini, Sely tahu aku bukanlah orang yang sabar. Ia sudah menerima konsekuensinya sebelum kami menikah. Aku menuduhnya selingkuh, memberikannya beribu "teteran" kalimat menuduh. Ia berusaha membalas, tapi aku keraskan suaraku
Hingga 5 menit berbicara tanpa henti akhirnya aku membiarkannya berbicara, alasan Sely simple, sederhana. Kakeknya atau mungkin saudara jauh kakeknya, atau apalah adalah seorang arab, jadi mungkinlah bila anaknya mewarisi ras itu. Dangkalnya pengetahuanku membuatku mati kutu, malas bila harus ke dokter ahli untuk membicarakan hal ini. Tes DNA ? Stop science, aku percaya akan pikiranku sendiri. Hubungan kami menjauh, dan akhirnya kami memutuskan berpisah. Hak anak kuserahkan padanya, kini aku seorang lajang, bebas. Keadaan ekonomikupun di atas rata rata penduduk di negara ini.
Beberapa bulan berpisah denganku Sely sudah mempunyai pasangan lain. Secara kebetulan adalah "Orang Arab". Mereka menikah beberapa hari yang lalu, poor them. Aku bertemu dengan Sely sehari setelah ia menikah, menjelaskan mengapa ia tak mengundangku di acara pernikahannya. Bukan itu yang dia ingin  katakan, bukan. Ia memberi penjelasan lain bahwa ia bertemu orang baru itu setelah bercerai denganku. Dengan kata lain mengatakan Fahmi bukan hasil Sely de tngannya, murni dariku. Aku hanya berkata Ya, Ya, dan Ya. Tak seperkalimatpun darinya bisa aku serap, kepalaku justru pusing karenanya. Beberapa menit kemudian aku meninggalkannya. Saat aku menuju mobil, suaminya datang dan menarik tanganku, keadaan kepalaku yang seperti ini membuatku tak segan untuk memukulnya. Betapa "cenat cenut"-nya kepalaku saat itu. Aku meninggalkannya dan langsung masuk ke mobil.
Pusing terasa sampai kini

Jasad Sely siap dikuburkan, aku berdiri kejauhan dari ritual itu. Hujan menambah kelamnya. Seluruh keluarga datang, suaminya yang baru menggendong anaknya, mereka mirip, pikirku. Aku mendekat ke arah mereka, aku ingin mereka tau eksistensiku. Aku juga pernah dalam kehidupan Sely, lima langkah ke depan. Seseorang melihatku, ia meneriakiku, tak jelas apa yang diteriakkannya. Semua kini menoleh ke aku, semua berlari ke arahku. Jasad Sely sudah dikuburkan. Fokus mereka kini ke arahku.
6 orang laki laki berlari ke arahku, termasuk suami barunya, sebelumnya ia sudah menurunkan Fahmi dan menitipkannya ke ibu Sely yang ada di sebelahnya. ke enam laki laki itu merobohkanku, memukulku masing masing. Dua kaki menginjak injak pertu dan kakiku.

Aku terbangun, pusingku sudah hilang. Dua orang datang kepadaku, mereka berpakaian polisi. Mereka mengintoregasiku. Aku memberikan mereka nama dan dan segala identitasku yang mereka perlukan, mereka juga merekomendasikanku seorang pengacara.
 Di sebelahku Selly berdiri.
Ia berkata Fahmi adalah anak kandungku, aku menggelengkan kepala dan berkata bukan. Lehernya membiru, teringat kuatnya cengkramanku ke bagian tersebut beberapa hari yang lalu, penjelasannya setelah hari pernikahan kubalas dengan eratnya tanganku ke lehernya.

Aku melihatnya menangis waktu itu, di rumah itu. Setiap perkataannya yang keluar diiringi dengant tangisannya membuatku mengalami pusing yang parah. Aku kalap, aku mencengkram lehernya. Membuatnya menangis, melolong kesakitan. Aku  meninggalkannya terbujur kaku, suaminya menyusulku waktu itu, menarik tanganku, kalapku masih ada. Aku memukulnya.

Aku membunuhnya untuk yang berharga, aku membunuhnya untuk yang terbaik, untuk kelahiran anak "mereka"
Untuk diriku sendiri

Sabtu, 05 Februari 2011

Pikiran sebelum kematian

Dari tiga eksekusi aku memilih hukuman gantung, alasan?aku benci sengatan listrik, dan takut akan peluru. Apalagi desas desus mengatakan bahwa mereka tidak akan menembak langsung di kepala, tapi dari kaki hingga ke atas. Mereka menikmati setiap peluru yang mereka lesakkan. Selku bersebelahan dengan tempat eksekusi mereka. Aku bisa mendengar teriakan para pidana hukuman mati  Mereka menikmatinya, para eksekutor disini.
Mereka gila ? Iya
Mereka senang ? Iya
Mereka sadar ? Tidak
Para eksekutor disini justru para ahli agama yang memberikan arahan bagi para penunggu ajal. Mereka yang memberikan kami ketenangan dan ayat ayat sucinya, mereka yang membukakan kita pintu ajal. Sipir kenalanku disini, yang kebetulan adalah sepupuku, pernah menjadi pendamping salah seorang pidana. Sampai ke dalam ruangan, sang narapidana menangis meronta, sepupuku pun sampai harus memegang erat dan berusaha mengikat sang pidana itu terikat di kursi. Para penembak atau sang eksekutor berjumlah 5 orang, mereka membawa sebuah pistol tangan biasa. Lalu apa yang membuat dia meronta menangis ?
Karena menjelang ajal ? Bukan
Saudaraku berkata, bahwa sang dari 5 orang itu sang ibu narapidana juga menjadi eksekutornya.
Gila ? Iya
Lalu bagaimana bisa? Tegakah sang ibu? Tidak, tak akan tega. Tapi bisa, bisa dibuat sedemikian. Sebuah pistol mengarah ke kepala sang ibu. 2 pilihan, sang anak yang mati, atau dia dan anaknya mati bersama. Sang ibu berusia 17 tahun saat melahirkannya, sang anak kini berusia 20 tahun.
20 tahun dan dia sudah dihukum mati.
Sang ibu masih muda, dia diiming imingi dengan uang. Apalagi dia seorang janda yang ditinggal cerai, uang akan menghapus lukanya. Lalu mengapa sang ibu? mengapa ada orang lain yang harus melakukannya? Para ahli agama ini, sang eksekutor, mereka menganut agama lain. Agama yang hanya bisa dikenal disini. Mereka mempunyai pandangan, kesalahan harus dihapuskan dengan cinta. Hapus disini mungkin bisa disamakan dengan kematian. Aku membaca kitab mereka, saudaraku membawakannya, tidak sepenuhnya sampai habis tapi.
Penjara ini dikhususkan untuk para narapidana berat dan mendapat hukuman mati. Dua tahun aku disini, aku antri untuk mendapatkan giliranku. Kini saatnya aku mendapat giliranku. Seseorang menjemputku dari sel, ia menarikku layaknya aku seorang budak. Para napi disini mungkin seorang budak dimata mereka.
Kesalahanku ? Oh, aku hanya menusuk ayahku yang juga seorang Presiden. Sejak menjabat ia mulai menjengkelkan, setiap kali berbicara dengannya membuatku rasanya ingin muntah saja.
Mereka membawaku ke pintu sebelah selku
Tidak..
Ini adalah tempat eksekusi menembak, tapi aku meminta hukuman gantung. Aku meminta penjelasan, ia mengolokku bodoh. Semua orang disini memilih gantung dan listrik, tak ada satupun dari mereka yang dibawa ke pilihan mereka. Semuanya di bawa ke pintu ini.
Tenang pikirku, tenang..
Aku masuk. Ruangan ini bersuasana remang, para eksekutor masing masing memakai kaos biasa.
Sepupuku sudah siap. Berapa uang kiranya akan ia peroleh ? sepuluh kali gajinya sebulan kurasa. Ia masih muda, lebih muda dariku malah. Sebuah pistol mengarah ke kepalanya, pistol yang ia bawa diarahkan ke kepalaku. Orang disebelahnya berteriak
"Kakinya!!", sepupuku membenahi arah bidikannya. Mereka membidik kakiku. Menyiksaku dulu rupanya. Aku tersenyum kepadanya, hitungan mundur dimulai.
"Pada hitungan ke tiga!"
"Satu!!"
Sepupuku melihatku, ia pucat.
"Dua!!"
"Maafkan aku..."ucapnya
"Tiga"!!
Satu persatu peluru panas menembus kakiku, pelan mereka merambat ke atas.Berusaha kupertahankan senyumanku, aku suka lesung pipiku, aku ingin melihatnya sekarang, itu satu hal yang paling kusuka dari anugerah tuhan yang dititipkan di tubuh ini. Aku mulai tak bisa merasakan tubuh bawahku kali ini, dada kakiku, dada alat vitalku. Mereka membidik ke atas, aku melihatnya, satu persatu peluru menembus kulitku, merusak tulang rusukku, bisa kurasakan.Entah sekarang aku masih tersenyum atau tidak, aku tak bisa merasakannya. Inilah akhirnya, sedikit mataku terbuka, sepupuku goyah ingin jatuh. Mereka menembaknya juga, kurasa, Hanya satu pilihan memang, dia dan aku mati. Tak ada pilihan aku, atau kami para narapidana mati sendiri.

Kamis, 03 Februari 2011

Unknown

Oke, sekarang tepat pukul 3 dan aku sudah mendapatkan kursiku. Pertandingan masih akan berjalan 20 menit lagi, para suporter di Ekonomi sudah memenuhi sof hingga tak ada yang tersisa. VIP memang nyaman pikirku, kanan kiriku masi longgar. Berjarak sekitar 3 orang di kanan dan 2 orang di kiri hingga penonton lain. Kurasa VIP tak akan seberapa ramai seperti di VIP. Tim kota kami menduduki tengah klasemen, prestasi tim kami pun biasa saja. Beberapa penduduk mungkin tampak fanatik, seperti yang bisa dilihat di Ekonomi, beberapa yang ada di VIP mungkin hanya sebatas meluangkan waktu kosong mereka saja. Pandanganku kuluruskan tepat ke depan, ke para suporter yang menyanyikan yel yel mereka. Kupindah ke pandanganku ke belakang, sesosok muda mudi  merajut kasih. Bukan karena pertandingan mungkin, hanya mencari tempat kencan

Itu dia, para pemain memasuki lapangan, melakukan pemanasan seperti biasa dan berdiri berderet untuk melakukan ceremony. Tradisi sepakbola, Para suporter Ekonomi tampak bersemangat, juga begitu para pemudi di belakangku, walau kursi VIP satu persatu terisi mereka tak peduli dengan keramaian yang datang. Kananku masih tersisa 2 orang, kiriku 1 orang. Seseorang mengisi kursi kanan, tepat disebelahku. Seorang wanita, 2 tahun lebih muda dariku, 21 tahun mungkin, berambut panjang, putih, cantik. Oke, aku masih belum melihat wajahnya bahkan tubuhnya, aku tadi hanya mengangan saja. Kulihat ke kanan dan, Demi tuhan apa yang kupikirkan tadi adalah benar. Aku menciptakannya pikirku, tertawa kecil.
Permainan berjalan biasa saja, kedua tim bermain awal di awal babak, cukup membosankan pikirku. Wanita di kananku memakai jaket tebal (karena ini musim dingin mungkin), celana jins, dan baru kusadari pakaiannya hampir sama denganku tampak bingung sendiri. Sedikit ia mengintip tasnya, menunduk mengintip di balik kursi, berulang kali sekitar 2 menit.
":Mbak, maaf."aku mengambil inisiatif
Mbuat risih ya?maaf mas. nyari kunci".tampak bersalah di wajahnya. Sedikit penasaran aku menengok ke bawah kursiku dan
:"Ini mbak?" kutunjukkan padanya
"Iya, iya ini. makasih mas." berseri, ia duduk dengan tenang lagi.
"Lucu ya gantungannya.." kucoba membuka percakapan,jarang mendapat kesempatan seperti ini, lucu memang gantungannya, seorang anak mebawa boneka yang bonekanya membawa boneka lagi.
"Oh iya, haha.".
Perbincangan terus berjalan, sama halnya  pertandingan, menikmatinya yang semakin berjalan seru, obrolan kami diselingi dengan gurauan kecil, sempurna pikirku. Tim kami mendapatkan peluang, sayang tak bisa memuaskan penonton. Semua kecewa, ciri khas para penonton sepakbola tentunya. Begitu juga dengan perempuan di sebelahku ini, melampiaskan kekecewaanya dan wanita itu memegang tanganku erat. Lupa aku berkenalan, tak perlu kupikir, melihatnya saja sudah cukup, Sang wanita di sebelahku memeluk tanganku dengan erat, aku tak punya niatan, dia yang punya. Aku bisa merasakan kebutuhannya, perlindungan, ketenangan. Eratan pelukannya hingga membuat tanganku hangat menunjukkan, Kami penuh dengan kegembiraan disana.Pertandingan selesai, aku berjalan dengannya menuju pintu keluar stadion. aku yang meminta, kami berjalan pelan, menikmati setiap langkah dan lorong keluar menuju stadion yang sepi. Kupilih jalan itu walau lebih jauh. Agar lebih lama waktu bisa kunikmati bersamanya  Ia tak mau aku antarkan sampai ke tempat parkir, dia menoleh kepadaku dan tersenyum sesaat. Dia berjalan melangkah menjauh, kami sudah berpamitan. Aku masih belum bisa mengeja namanya. Nanti kami pasti bertemu, pasti..

Mind of Spaceman

"Mind of Spaceman",  how u figure out after see this one ? Space is a huge place to figure out. Buah pikiran tak akan pernah berhenti berjalan termasuk dalam mimpi. So in this blog, i will publish everything all existing in my mind. Semua itu akan saya ungkapkan dalam cerita cerita yang mewakili setiap pikiran saya. enjoy it fellas!