Minggu, 13 Februari 2011

Keadilan

"Jaksa penuntut bisa memanggil saksinya"
 Ia seorang wanita tua, umurnya sekitar 65 tahunan,  mukanya tampak lusuh, rambutnyapun sudah beruban semua,  tapi para fashionista akan memuji pakaiannya yang dia pakai di pesidangan ini. Harganya mungkin diatas 2 juta. Aku memanggilnya karena apartemennya bersebalahan dengan korban. Saat dia kembali dari klub dansanya dan akan membuka pintu, ia melihat seorang lelaki keluar dari apartemen korban, tepat pukul 9 malam dimana waktu  itulah tim forensik memperkirakan kematian korban.
Aku memulai pekerjaanku

"Mis Hanley em.. bisa kupanggil anda demikian ?"
"Mis lah, Mr. lah terserah anda."  tua selalu menjengkelkan bukan ?
"Oke, Nyonya tua Hanley." aku membalasnya, pengunjung sidang tertawa, hakim menenangkan mereka. "Maaf, apakah anda sering bertemu lelaki ini, lelaki yang anda temui pada waktu itu Ms. Hanley ?"
"Yah, tentu. Riki adalah kekasih Misa, wajar kalu Riki sering keluar masuk apartemennya."
"Apakah anda tahu setiap pukul berapakah Riki masuk ke apartemennya dan keluar dari apartemennya."
"Biasanya, Riki datang di pagi hari untuk mengantar Misa berangkat ke kantor. Setelah itu mereka datang kembali sekitar pukul 3 siang. Pukul 5 sore Riki biasanya langsung pulang."
"Jadi, suatu hal yang tidak biasa bukan, bila Riki keluar dari apartemen Misa pukul 9 malam." Ms. Hanley mengangguk. "Apalagi dengan keadaan terburu buru, betul Ms. Hanley ?" Wanita itu mengangguk lagi
"Apakah ada gerak gerik yang aneh dari Riki saat ia keluar dari apartemen Misa waktu itu?"
"Dia terlihat terburu buru, ia melihatku bahkan tak menyapaku."
"Apa ia selalu menyapamu Ms. Hanley?"
"Selalu, bila dia melihatku."
"Bagaimana bila dia menyapamu Ms. Hanley?"
"Maksudnya ?"
"Apakah ia tersenyum atau memanggil namamu ?"
"Ia selalu tersenyum, juga memanggil namaku."
"Baik, setelah bertemu Riki di kejadian aneh itu, apakah anda merasa ada sesuatu yang salah ?"
"Ya tentu."
Apa yang anda lakukan?
"Aku mengetuk pintu apartemen Misa, tapi tak mendapat respon. Akupun mencoba menelpon apartemennya dan tidak mendapat jawaban." Ms.Hanley diam sejenak.
"Lalu?"
"Aku menelpon Riki."
"Anda mempunya nomer telpon Riki?"
"Ya"
"Anda mendapat dari mana Ms. Hanley?"
"Dari Riki sendiri. Kami dekat. teman dekat, aku biasa mengundang Misa dan Riki ke apartemen bila ada waktu luang, kami sering bercanda bersama."
"Bila memang anda dekat dengan mereka berdua, apa anda pernah melihat mereka berselisih paham bahkan bertengkar Ms.Hanley?
"Dalam hal?"
"Dalam Hal Apapun ?"
"Ya aku pernah melihatnya."
"Sering Ms. Hanley ?
"Sering."
"Mereka sering berselisih paham bahkan bertengkar di depan anda?"
Ms. Hanley terdiam.
"Bisa menceritakan salah satu kejadiannya saat dimana mereka bertengkar di depan anda Ms. Hanley?"
"Keberatan Tuan Hakim". Seseorang berkata dengan volume sedikit kencang. Ia adalah Roselina, lawanku. Sang pengacara muda, sekaligus adikku.
"Diterima, kembali ke topik." Minta Hakim kepadaku
"Baik, Lalu apakah Riki mengangkat panggilanmu Ms. Hanley ?"
"Tidak, aku mencobanya berkali kali tapi selalu tidak diangkat. Aku kembali ke apartemen Misa, mengetuk pintunya berkali kali. Hingga Sadika datang."
"Sadika ?"
"Tetanggaku, lalu ia memanggil suaminya, dan suaminya membanting pintu itu. Kami menemukan Misa terbaring di sofanya, dengan tusukan di perutnya." Mata Ms. Hanley berkunang, ia melanjutkan bicaranya dengan tersedu sedu. "Ia sudah tidak bernyawa lagi. Jadi. kami rasa terlambat untuk menelpon ambulans. Kami langsung menelpon polisi."
Aku terdiam sejenak. Aku rasa cukup.
"Baiklah, saya rasa cukup tuan hakim."
"Pembela dipersilahkan."
"Tidak tuan hakim, saya juga cukup."
"Baiklah, karena Ms. Hanley adalah saksi yang terakhir, maka kita tinggal menentukan keputusan juri. Tapi sebelum itu, penuntut dan pembela dipersilahkan meyakinkan juri untuk yang terakhir kalinya."
Roselina maju yang terlebih dahulu
"Juri yang terhormat, orang yang duduk disana, Riki adalah saudara laki laki terbaik yang pernah ada. Ia juga jaksa terbaik di negeri ini, dan ia juga sudah memasukkan orang orang terbusuk di negara ini, dan yang kita tahu sekarang adalah, ia menuntut dirinya sendiri atas apa yang tidak dilakukannya. Bukti membuktikan bahwa ia tak bersalah, dan para kesaksian dari para orang yang kalian dengar tadi menunjukkan bahwa Riki hanyalah sebagai subjek kesalahan yang diada-ada. Ingatlah, Riki dan Misa adalah pasangan terbaik yang pernah ada. Mereka bahkan sudah bertunangan, dan ia akan menikah. Tolonglah, beri keputusan yang terbaik juri yang terhormat, terima kasih"
Aku melangkah maju, ke hadapan para juri ini.
"Juri yang terhormat, saya mengaku untuk yang sekian kalinya, saya membunuh kekasih saya Misa Mikael. Saya membunuhnya karena suatu kecemburuan yang saya buat buat di luar rasionalitas saya. Bukti memang tidak mengarahkan saya sebagai pelaku, tapi saya bersumpah pada waktu itu, jam 9 malam saya membunuh Misa dengan menggunakan pisau dapurnya. Saya tancapkan disini, tepat di jantungnya. bukan di perutnya Ms. Hanley, saya rasa anda perlu kacamata sekarang." Ms. Hanley tersenyum kecil, dia wanita yang ramah sebenarnya, hidangan di rumahnya adalah hidangan restoran kelas atas.
"Dan saya mohon, kalian menegakkan keadilan di negeri ini, para juri yang terhormat. Terima kasih."
Aku melangkah dan duduk kembali di kursi jaksa penuntutku. Kini tinggal menunggu diskusi juri, Roselina menuju ke arahku. Ia duduk di sampinku
"Kau tidak bersalah Riki, kau tahu itu kan ?"
"Kubilang yang sekian kali, aku bersalah."
"Tapi bukti mengatakan.."
"Bukti ? mereka mengkamuflasekan hal itu Rose,  mereka tidak ingin aku dipenjara karena aku adalah jaksa terbaik di negeri ini, dan masih banyak tikus tikus di luar sana yang mereka ingin aku memenjarakannya. Mereka menginginkanku untuk menangkap seribu orang yang duduk di situ, di kursi tersangka itu di sebelah kursi pembelamu, dan mereka tau aku yang terbaik menangkap orang orang itu."
Rose terdiam, ia tahu kalau orang orang ini tak mau aku dipenjara, mereka masih ingin menggunakan kepintaranku sebagai pihak penuntut dan mereka tidak peduli dengan Misa, kekasihku yang aku bunuh. Rose kembali ke kursi pembela, dimana aku seharusnya berada di sebelahnya.

Diskusi selesai, juri memberikan kertas hasil diskusi mereka ke hakim.
"Berdasarkan keputusan juri, tertanggal 5 Desember 1998, Riki Darsa, terbukti dan dinyatakan bersalah. Berdasarkan tuntutan yang ada ia akan dikenai hukuman 8 tahun penjara. Sidang selesai."
Palu diketukkan, dan aku dinyatakan bersalah
Terima kasih Tuhan, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar